ADVERTISER


SEBARKAN ARTIKEL INI
BLOG SERIAWAN sangat ringan buka DI HP kamu
Jika Ada Artikel Kamu yang saya comot tanpa Izin dari Hak Cipta Kamu,,Silahkan
Contact Person:nusantara92@gmail.com

Hukum menangis ketika menjalankan puasa

Diposting oleh Unknown

Share on :



Hukum menangis ketika menjalankan puasa , Sementara itu, menangis, apapun yang menjadi penyebabnya bukanlah peristiwa yang menyebabkan batalnya puasa. Terkait dengan persoalan apakah menangis bisa mengurangi kualitas puasa, tentu harus kita perhatikan penyebab dan sekaligus ekspresi saat menangis. Oleh karena itu, ada baiknya kita perhatikan petunjuk Nabi Shalallahu alaihi wasallam terkait dengan perbuatan menangis.

Asy Syaikh Abdullah bin Ibrahim Al Haidan menjelaskan bahwa tangis Rasulullah Shalallahualaihi Wassallam tidak tersedu-sedu dan tidak meraung-raung, seperti halnya tertawa beliau yang tidak sampai terbahak-bahak. Meski demikian, saat menangis, terdengar pada napas beliau yang seperti sedang mendesis, sementara kedua mata beliau pun berlinang hingga meneteskan air mata.

Abdullah bin Masud menuturkan, Rasulullah Shalallahualaihi wasallam bersabda: "Bacakan untukku". Lalu katanya: "Wahai Rasulullah Shalallahualaihi wasallam, aku baca untuk engkau padahal Alquran turun kepadamu?" Beliau berkata: "Ya. Sesungguhnya aku ingin mendengarkannya dari selain aku." Lalu aku baca surat An Nisa hingga sampai ayat: "Maka bagaimanakah apabila Kami mendatangkan seseorang saksi dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu sebagai saksi atas mereka itu". Beliau lantas berkata: "Ya cukup". Tiba-tiba air mata beliau menetes.

Demikian pula Rasulullah Shalallahualaihi wasallam menangis ketika putra beliau Ibrahim meninggal. Air mata beliau menetes karena besarnya rasa belas dan kasih beliau kepada Ibrahim. Beliau Shalallahualaihi wasallam menangis ketika terjadi gerhana matahari lantas beliau salat gerhana. Tak jarang beliau menangis saat sedang menunaikan salat malam.

Jadi, tangis beliau bukanlah sembarang tangis, melainkan merupakan ungkapan kasih sayang terhadap orang yang meninggal, atau merupakan ungkapan belas kasih dan kekhawatiran terhadap umatnya, atau merupakan keharuan beliau terhadap makna-makna yang terkandung di dalam Alquran, atau merupakan rasa takut beliau kepada Allah. Itulah tangis yang timbul dari rasa rindu, cinta, dan pengagungan kepada Allah.

Kembali pada pertanyaan di atas, menangis setelah salat, disebabkan karena dalamnya perenungan terhadap diri terkait kesalahan dan dosa yang telah kita lakukan, atau disebabkan karena perenungan kita terhadap kandungan Alquran, maka tangis seperti itu mengindikasikan kualitas kedekatan kita kepada Allah SWT. Inilah tangis yang terjadi setelah kita bermuhasabah. Tangis seperti ini justru dianjurkan.

Berbeda dengan tangis histeris, tangis meraung-raung yang tak terkendali, yang disertai dengan ulah menyobek-nyobek pakaian atau memukul-mukul dan membanting-banting benda-benda yang ada di sekitarnya, akibat terjadinya musibah yang tidak dapat diterima, maka tangis seperti ini sedapat mungkin harus dihindarkan. Meskipun tidak membatalkan puasa, tetapi yang meraung-raung dapat mengurangi pahala puasa. Oleh karena itu, kalaupun terjadi musibah yang dirasakan terlalu berat, kita harus tetap dapat melakukan kontrol diri agar tidak sampai meraung-raung, mengingat Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam melarang tangis yang meraung-raung.

susan merah -
SERIAWAN Updated at : 10.47.00

{ 0 komentar... or add one}


Posting Komentar