SERIAWAN: Islam adalah agama yang sempurna. Saking sempurnanya hal sekecil apapun diatur didalam islam baik melalui Al-quran maupun sunnah Rasulullah shalallahu'alaihiwasallam. Islam mengatur kehidupan penganutnya dengan sangat teliti dan seksama. Hal seperti kasih sayang antara laki-laki dan perempuanpun diatur dalam islam. Begitu indahnya aturan islam dalam hal tersebut hingga terdapat dalil-dalil shahih yang bisa menjadi rujukannya.
Islam menjunjung fitrah manusia yaitu sebagai makhluk yang punya rasa kasih sayang. Dalam islam hubungan kasih sayang antara laki-laki diatur didalam pernikahan, Termasuk didalamnya juga tentunya adalah hubungan intim antara laki-laki dan perempuan. Karena sebagai makhluk hidup manusia dititipi nafsu dan salah satu nafsunya adalah terkait kebutuhan biologisnya.
Seperti dilansir dari VOA-islam, Jima' atau hubungan badan dalam pandangan Islam bukanlah hal aib dan hina yang harus dijauhi oleh seorang muslim yang ingin menjadi hamba yang mulia di sisi Allah. Hal ini berbeda dengan pandangan agama lain yang menilai persetubuhan sebagai sesuatu yang hina. Bahkan, sebagian ajaran agama tertentu mewajibkan untuk menjauhi pernikahan dan hubungan badan guna mencapai derajat tinggi dalam beragama.
Diriwayatkan dalam shahihain, dari Anas bin Malik pernah menceritakan, ada tiga orang yang datang ke rumah istri-istri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam untuk menanyakan tentang ibadah beliau. Ketika diberitahukan, seolah-olah mereka saling bertukar pikiran dan saling bercakap bahwa mereka tidak bisa menyamai Nabi shallallahu 'alaihi wasallam karena dosa beliau yang lalu dan akan datang sudah diampuni. Lalu salah seorang mereka bertekad akan terus-menerus shalat malam tanpa tidur, yang satunya bertekad akan terus berpuasa setahun penuh tanpa bolong, dan satunya lagi bertekad akan menjauhi wanita dengan tidak akan menikah untuk selama-lamanya. Kabar inipun sampai ke telinga baginda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, lantas beliu bersabda kepada mereka, "Apakah kalian yang mengatakan begini dan begitu? Adapun saya, Demi Allah, adalah orang yang paling takut dan paling takwa kepada Allah di bandingkan kalian, tapi saya berpuasa dan juga berbuka, saya shalat (malam) dan juga tidur, serta menikahi beberapa wanita. Siapa yang membenci sunnahku bukan bagian dari umatku." (Muttafaq 'alaih)
Bahkan dalam hadits lain disebutkan bahwa hubungan badan di jalan yang benar akan mendatangkan pahala besar. Diriwayatkan dari Abu Dzar, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
وَفِي بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيَأتِي أَحَدُنَا شَهْوَتَهُ وَيَكُونُ لَهُ فِيهَا أَجْرٌ قَالَ أَرَأَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا فِي حَرَامٍ أَكَانَ عَلَيْهِ فِيهَا وِزْرٌ فَكَذَلِكَ إِذَا وَضَعَهَا فِي الْحَلَالِ كَانَ لَهُ أَجْرًا
"Dan pada kemaluan (persetubuhan) kalian terdapat sedekah. Mereka (para sahabat) bertanya, 'Ya Rasulullah, apakah salah seorang dari kami yang menyalurkan syahwatnya lalu dia mendapatkan pahala?' Beliau bersabda, 'Bagaimana pendapat kalian seandainya hal tersebut disalurkan pada tempat yang haram, bukankah baginya dosa? Demikianlah halnya jika hal tersebut diletakkan pada tempat yang halal, maka dia mendapatkan pahala." (HR. Muslim)
Uraian keutamaan hubungan suami istri di atas sebenarnya sudah cukup menunjukkan pahala besar dalam aktifitas ranjang. Lalu adakah dalil khusus yang menunjukkan keutamaan melakukan jima' di hari Jum'at dengan pahala yang lebih berlipat?
Memang banyak pembicaran dan perbincangan yang mengarah ke sana bahwa seolah-olah malam Jum'at dan hari Jum'at adalah waktu yang cocok untuk melakukan hubungan suami-istri. Keduanya akan mendapatkan pahala berlipat dan memperoleh keutamaan khusus yang tidak didapatkan pada hari selainnya. Kesimpulan tersebut tidak bisa disalahkan karena ada beberapa dalil pendukung yang menunjukkan keutamaan mandi janabat pada hari Jum'at. Sedangkan mandi janabat ada dan dilakukan setelah ada aktifitas percintaan suami-istri.
Dari Abu Hurairah radliyallhu 'anhu, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
مَنْ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ غُسْلَ الْجَنَابَةِ ثُمَّ رَاحَ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَدَنَةً وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّانِيَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَقَرَةً وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّالِثَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ كَبْشًا أَقْرَنَ وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الرَّابِعَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ دَجَاجَةً وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الْخَامِسَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَيْضَةً فَإِذَا خَرَجَ الْإِمَامُ حَضَرَتْ الْمَلَائِكَةُ يَسْتَمِعُونَ الذِّكْرَ"Barangsiapa mandi di hari Jum’at seperti mandi janabah, kemudian datang di waktu yang pertama, ia seperti berkurban seekor unta. Barangsiapa yang datang di waktu yang kedua, maka ia seperti berkurban seekor sapi. Barangsiapa yang datang di waktu yang ketiga, ia seperti berkurban seekor kambing gibas. Barangsiapa yang datang di waktu yang keempat, ia seperti berkurban seekor ayam. Dan barangsiapa yang datang di waktu yang kelima, maka ia seperti berkurban sebutir telur. Apabila imam telah keluar (dan memulai khutbah), malaikat hadir dan ikut mendengarkan dzikir (khutbah).” (HR. Bukhari no. 881 Muslim no. 850).
Para ulama memiliki ragam pendapat dalam memaknai "ghuslal janabah" (mandi janabat). Sebagaian mereka berpendapat bahwa mandi tersebut adalah mendi janabat sehingga disunnahkan bagi seorang suami untuk menggauli istrinya pada hari Jum'at. karena hal itu lebih bisa membantunya untuk menundukkan pandangannya ketika berangkat ke masjid dan lebih membuat jiwanya tenang serta bisa melaksanakan mandi besar pada hari tersebut. Pemahaman ini pernah disebutkan oleh Ibnu Qudamah dari Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah dan juga disebutkan oleh sekelompok ulama Tabi'in. Imam al-Qurthubi berkata, "sesungguhnya dia adalah pendapat yang peling tepat." (Lihat: Aunul Ma'bud: 1/396 dari Maktabah Syamilah)
Pendapat di atas juga mendapat penguat dari riwayat Aus bin Aus radliyallah 'anhu yang berkata, "Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
مَنْ غَسَّلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَاغْتَسَلَ ثُمَّ بَكَّرَ وَابْتَكَرَ وَمَشَى وَلَمْ يَرْكَبْ وَدَنَا مِنْ الْإِمَامِ فَاسْتَمَعَ وَلَمْ يَلْغُ كَانَ لَهُ بِكُلِّ خُطْوَةٍ عَمَلُ سَنَةٍ أَجْرُ صِيَامِهَا وَقِيَامِهَا
"Barangsiapa mandi pada hari Jum'at, berangkat lebih awal (ke masjid), berjalan kaki dan tidak berkendaraan, mendekat kepada imam dan mendengarkan khutbahnya, dan tidak berbuat lagha (sia-sia), maka dari setiap langkah yang ditempuhnya dia akan mendapatkan pahala puasa dan qiyamulail setahun." (HR. Abu Dawud no. 1077, Al-Nasai no. 1364, Ibnu Majah no. 1077, dan Ahmad no. 15585 dan sanad hadits ini dinyatakan shahih)
Menurut penjelasan dari Syaikh Mahmud Mahdi Al-Istambuli dalam Tuhfatul 'Arus, bahwa yang dimaksud dengan mandi jinabat pada hadits di atas adalah melaksanakan mandi bersama istri. Ini mengandung makna bahwa sebelumnya mereka melaksanakan hubungan badan sehingga mengharuskan keduanya melaksanakan mandi. Hikmahnya, hal itu disinyalir dapat menjaga pandangan pada saat keluar rumah untuk menunaikan shalat Jum'at. Adapun yang dimaksud dengan bergegas pergi menuju ke tempat pelaksanaan shalat Jum'at pada awal waktu, adalah untuk memperoleh kehutbah pertama. (Lihat: Tuhfatul Arus dalam Edisi Indonesia Kado Perkawinan, hal. 175-176) Wallahu a'lam.
BACA JUGA YUK ARTIKEL LAINNYA DIBAWAH INI:
- ASTAGFIRULLAH! Israel Bangun Tempat Mabuk-mabukan Di atas Makam Sahabat Nabi SAW! [FOTO]
- AWAS gan: Ternyata Filter Rokok ada Kandungan Darah BABI
- AWAS, Buruan cek sajadah kamu sekarang,,ada terselip Gambar-gambar " TIDAK SENONOH" didalamnya,,cekidot
- Akhirnya Lindsay Lohan Masuk Islam,ini fotonya
- Alhamdulillah,,Wanita Berhijab Ini Diterima di Semua Kampus Terbaik di Amerika
{ 0 komentar... or add one}
Posting Komentar